Minggu, 19 Januari 2014

PENGARUH BAHASA GAUL  TERHADAP MASYARAKAT BINUANGEN WANASALAM
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG 

Abstrak
Bahasa merupakan alat komunikasi yang arbiter. keberadaannya bersifat alamiah maupun yang keberadaannya karena disengaja. Berdasarkan hal itu, lingkungan bahasa dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: lingkungan bahasa alamiah (informal) dan lingkungan bahasa tidak alamiah (formal), (Huda, 1999). Jika fokus pembicara adalah isi komunikasi, lingkungan bahasa itu disebut alamiah; jika fokus pembicara adalah bentuk bahasa, lingkungan bahasa itu disebut tidak alamiah (Dulay dan Burt, 1982). Fungsi bahasa dalam masyarakat tersebut ada tiga yaitu: alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia, Alat mengidentifikasi diri, Macam dan jenis ragam bahasa.
Loyalitas-bahasa penutur bahasa daerah terhadap bahasanya mengalami penurunan, terutama pada ranah keluarga. Padahal, dari keluargalah, terutama, anak memperoleh bahasa itu. Kondisi ini perlu diatasi. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan upaya melalui pengajaran. Alternatif pertama, terutama dari TK sampai dengan kelas III SD, bahasa daerah perlu dijadikan bahasa pengantar pembelajaran. Di samping itu, sebagai alternatif kedua, di dalam pengajaran bahasa daerah itu sendiri, perlu diterapkan pendekatan komunikatif. Melalui salah satu atau kedua cara itu, akan tercipta lingkungan baru penggunaan bahasa daerah sebagai pelengkap atau pengganti lingkungan penggunaan bahasa daerah pada ranah keluarga. Lingkungan baru inilah yang akan menciptakan input untuk anak maupun mendorong terciptanya out put dari anak yang keduanya diperlukan bagi terjadinya pemerolehan bahasa daerah. Hanya saja, untuk melakukan upaya pertama, bahasa daerah perlu dikembangkan lebih lanjut; sementara, untuk melakukan upaya kedua, fokus pengajaran bahasa daerah perlu dibatasi, di samping perlunya peningkatan mutu guru bahasa daerah yang telah ada dan pengadaan guru bahasa daerah yang baru melalui pendidikan formal.
Kata-kata kuncinya adalah: bahasa daerah, pengajaran, bahasa pengantar, pendekatan komunikatif.
Daerah Banten menyimpan banyak sekali keindahan tempat wisata. Binuangeun termasuk salah satu kawasan wisata di daerah Banten Selatan. Binuangeun lebih cocok disebut sebagai kawasan wisata pantai karena disitu terdapat banyak pantai mulai dari pantai berpasir hingga pantai karang. Pantai Karang Malang dan panyai Tanjung Panto adalah sebagian pantai yang berlokasi dalam Binuangeun. Binuangeun belum terlalu terkenal di kalangan wisatawan baik domestik maupun asing. Sekalipun belum cukup mencuat namanya di kalangan wisatawan namun Binuangeun cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan yang berasal dari daerah sekitar, utamanya saat libur nasional maupun liburan sekolah. Binuangeun  sangat cocok untuk dijadikan tempat rekreasi bersama keluarga besar. Binuangeun selain memanjakan diri para pengunjungnya dengan sajian pantai yang alami dan indah, bagi pengunjung yang gemar memancing pun sangat cocok untuk memancing disini. Binuangeun merupakan penghasil ikan terbesar di daerah Banten. Berbagai macam ikan serta jumlahnya yang tak terhingga, tersimpan dalam birunya air laut Binuangeun. Sejak dahulu Binuangeun selalu dipenuhi oleh pemancing-pemancing mulai dari pemancing yang biasa hingga pemancing yang telah handal dan berpengalaman. Sebutan surga untuk para pemancing pun telah disandang oleh Binuangeun. Pemandangan yang unik di Binuangeun yaitu banyak tempat pelelangan ikan lengkap dengan perahu-perahu nelayan. Tempat pelelangan ikan tersbeut juga melayani pengunjung yang ingin membeli. Jadi di Binaunegun pengunjung dapat menikmati keindahan ditepi pantai sembari membakar ikan.
Dalam konteks kebahasaan ini, peneliti menemukan gejala menurunnya eksistensi bahasa daerah sebagai bahasa pertama dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangna remaja karena pengaruh moderinasasi, menurut penuturan narasumber yaitu herni mengatakan bahwa remaja kebanyakan turut menggunakan bahasa frokem atau gaul dalam berkomunikasi, hal ini muncul tak hanya berasal dari interaksi sesama remaja saja. Namun pengaruh dari pendatang yang singgah atau tinggal menetap disana yang sering menggunakan bahasa prokem tersebut. Sehingga remaja turut mengikuti gaya bahasanya hanya untuk mengikuti trend dan takut untuk disebut ketinggalan jaman.
Menurut eko yang juga salah satu remaja binuangeun mengatakan bahwa bahasa frokem/gaul yang digunakan remaja binuangeu tak jauh beda dengan remaja yang berada diperkotaan, Karena bahasa gaul tersebut cepat mudah diserap oleh remaja saat ini.  Namun sumber lain seperti pak cakraman mengatakan bahwa bahasa yang mereka gunakan itu hanya untuk memahami apa yang pendatang atau lawan bicara katakana dan tepatnya untuk mempermudah komunikasi saja apa yang mereka ucapkan. Namun mereka tetap menggunkan logat asli bahasa daerah binuangeun. Itulah beberapa fenomena kecil dari eksistensi bahasa frokem atau gaul yang digunakan oleh remaja binuangeun sebagian besar dan elemen masyarakat lain yang sebenarnya turut menghilangkan kualitas bahasa Indonesia dan pamor bahasa daerah disana.
Salah satu dampak dari pembangunan dan perkembangan jaman adalah modernisasi, di mana segala hal yang ada di lingkungan kita harus selalu ter up-to date. Dampak dari modernisasi yang paling terlihat adalah gaya hidup, entah itu cara berpakaian, cara bertutur kata, cara belajar, aplikasi teknologi yang makin maju dan lain-lain. Gaya hidup yang mengarah pada modernisasi tersebut biasanya tampak terlihat pada kalangan masyarakat (remaja) yang berada pada jenjang pendidikan SMA sampai Perguruan Tinggi. Mereka yang ingin diakui sebagai remaja jaman sekarang yang gaul, funky, keren tidak ragu untuk menunjukkan identitas mereka melalui gaya hidup yang modern. Contoh kecilnya kata “Pede” (PD) adalah bahasa gaul yang mengungkapkan perlunya seorang untuk percaya diri, namun ironisnya, himbauan, saran atau perlunya seorang untuk bersikap percaya diri ini juga cenderung tidak dibatasi oleh norma-norma tadi. Misalnya seorang gadis memakai rok mini dan memakai baju you can see disarankan untuk pede dengan pakaiannya itu. Bahkan bisa jadi si gadis memang mersa lebih pede dengan model pakaian demikian.”Pede aja lagi!” begitulah bahasa mereka. Masih banyak contoh lain yang menunjukan perlunya seseorang untuk pede namun tetap normlesness seperti tadi. Sebab ukuran pede yang seharusnya berlandaskan pada keluhuran nilai-nilai moral dan agama, terkikis oleh hal-hal yang bersifat fisik dan kebendaan. Ukuran pede seperti itu , jelas tidak bermutu, selain itu juga keliru. pasalnya pemahaman pede harus lebih ditempatkan dalam ukuran atau standarisasi nilai-nilai akhlak. Buakn karena landasan fisik dan kebendaan semata. contoh penggunaan ungkapan “pede aja lagi” yang baik dan benar : “kalau sudah belajar, pede aja lagi”, “kalau kita berada dalam kebenaran, pede aja lagi”, “kalau sudah berpakaian sopan, pede aja lagi”.
Contoh lain, Ungkapan gaul dong! Ungkapan ini biasanya digunakan anak muda untuk mengejek teman yang kurang mengetahui dan mengikuti informasi yang berkembang saat ini. Jika perkembangan informasi itu baik dalam artian positif dan itu berguna bagi kita memang harus mengikutinya, tapi jika tidak, cukup untuk kita ketahui saja. Ungkapan gaul dong dapat kita gunakan untuk hal yang baik seperti : “sebagai seorang pelajar atau mahasiswa, gaul dong dengan buku!”, “masak remaja muslim gaulnya seperti itu? Gaul dong dengan remaja masjid”. Ungkapan kasihan deh, lo! Ungkapan ini juga termasuk bahasa gaul yang masih cenderung normless. Sebab ungkapan tersebut seringkali terlontar pada konteks yang tidak tepat. Sebagai contoh, seorang remaja yang tidak mau mengikuti tren tertentu dianggap : “kasihan deh, lo!”. Begitu pula dengan remaja yang membatasi diri dari perilaku lainnya yang sesungguhnya memang perlu/harus dihindari karena tidak sesuai denagn nilai atau norma-norma agama. Misalnya karena tidak pernah turun ke diskotik lengkap dengan ngedrink, atau paun perilaku negatif lainnya yang sudah menjadi bagian dari hidup remaja, bisa juga ungkapan “kasihan deh, lo!” ini tertuju pada remaja yang sama sekali tidak mengetahui berbagai informasi yang memang sesungguhnya juga tidak perlu untuk diketahui. contoh penggunaan ungkapan “kasihan deh, lo!” yang baik : “kasihan deh, lo! Masak ngaku pelajar atau mahasiswa tapi berurusan dengan polisi (karena terlibat narkoba misalnya)”, “Masak seorang muslim tidak bisa baca Al Quran. Kasihan deh,lo!
Bahasa gaul telah banyak terasimilasi dan menjadi umum. Bahasa gaul sering digunakan sebagai percakapan sehari-hari dalam pergaulan di lingkungan sosial bahkan dalam media populer sedangkan bahasa daerah tersisihkan seiring berkembangnya jaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar