Senin, 20 Januari 2014

EKSISTENSI BAHASA DAERAH YANG ADA DI BINUANGEUN KECAMATAN SOBANG TERHADAPA BAHASA INDINESIA DAN BAHASA LUAR LAINYA.
Oleh : Hidayatullah
 
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri”. Bahasa merupakan cirri khas dari suatu Negara, bahasa juga merupakan alat komunikasi dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan seseorang bisa mencerminkan kepribadian orang tersebut, yang dapat dilihat dari gaya dan tuturan berbahasanya, itulah mengapa bahasa merupakan simbol penting dari suatu negara.
Diawali terbitanya pajar aku bangun dan lekas mandi untuk mempersiapakan perlengkapan ku untuk pergi ke lebak selatan dengan tujuan menjalankan teugas mata kauliah yang di berikan oleh dosen. Sebelum berangkat aku mengantar orang tua ku terlebih dahulu pergi berobat. Selesi mengantar orang tua pergi beraobat aku pergi ke kampus untuk berkumpul dengan teman-teman di saung Gajebo untuk mempersiapkan pemberangkatan menuju lebak selatan “Binuanguen”. Setelah persiapan pemberangkatan klompok ku yang terdiri dari 25 orang siap untuk berangkat tetapi, aku dalam pemberangkatan tidak bersama klompoku melainka bersama siswa SMK Setia Budhi “Harto Wijaya” yang di ajak oleh ku untuk menulis tentang keadaan masyarakat Binuangeun. Akau berangkat pukul 13.30 karena menunggu siswa SMK yang sedang menjalankan kelas menulis di TBM Kedai proses. Setelah selesai kelas menulis aku dan teman ku berangkat. Tibanya di kecamatan cikulur kampung garura ban motor ku bocor ditambah hujan deras skhirnya kau menenduh di bengkel sambil menambal ban motorku yang bocor. 15 kemudian hujan reda dan akupun melanjutkan kembali perjalan ku, sial di pertenghanjalan aku dan temanku kembali diguyur hujan deras mau tidak mau aku dan teman ku meneduh di warung kopi dan disitu ada pemuda dengan teman-temannya yang sedang meneduh. Mereka adalah pemuda setempat yang sedang mengatur kendaraan yang melintas karena sedang ada perbaikan jalan. Tanpa akau sadari pemuda itu mengajaku curhat karena kodisi jalan yang tidak pernah selesai dalam pembangunan, mereka kecewa dengan pemerintah yang tidak memperdulikan rakyat sehinga kondisi jalan dalam pembangunan nya masih belum selesai bahkan mungkin tidak selesai-selessai. “jalan dari rangkasbitung menuju lebak selatan adalah jalur wisata yangsering di kunjungi oleh masyarakat luar daerah tapi kenapa jalan lintas dari rangkasbitung menujulebak selatan masih banyak jalan yang berlubang sehingga sering terjadi kecelakaan” ujur kata robi pemuda setempat yang sedang mengatur jalan. ‘kemarin juga saya saat pergi tahun baruan ke tempat wisata di sawarna, itu di daerah malingpiang di kp. Kandang sapi jalan masih banyak berlubang” ujur kata teman robi (Iman). Aku pun menjawab denagn tak sengaja “inilah pemerintah yang kurang peduli terhadap kondisi keadaan mayarakat, karena lebak selatan merupakan daerah wisata yang sangat indah pengunjungnya juga bukan hanya dating dari luar daerah akan tetapi dari manca Negara juga ada dan melihat kondisi keadaan ini sangat memprihatin kan padahal di lebak selatan selaindaerah wisata juga daerah penghasil batu bara, apalagi sekarang suadah berdiri perusahaan perusahan besar seharusnya kondisi jalan yang seperti ini “rusak” itu ada perhatianya dari pemerintah dan perusahaan perusahaan yang berada di lebak selatan”. Setelah ngobrol dan curahat panjang tentang kondisi keadaan jalan lebak hujan pun belum reda dari yang kami inginkan akhirna kami memaksakan melanjutkan perajalanan walupun hujan belum reda. Di cileles kami diguyur hujan kembali karena waktu yang sudah terlambat mungkkin kalau kami berhnti dan meneduh kembali kedatangan kita ke Binuangeun akan terlamabt karena aku diberi tanggung jawab oleh teman klompo ku harus mengkondisikan tempat menginap untuk akau dan klompok ku. Akhirnya aku meneruskan perjalanan kusambil hujan-hujanan.
Setiaba di Kecamatan Gunungkencana akau singgah di tempat sodaraku untuk meminjam jashujan karena hujan tak henti-hentinya menguyur badan ku dan juga temanku. Sesampainya di rumah saudaraku Kami singgah sebentar untuk miminjam jas hujan dan…..”the ada jas hujan” dan bibiku menjawab “gak ada yat bibi gak punya jas hujan, meneduh dulu sebentar” ujar kata bbibiku, aku “adu teh udah sore terus udah terlambat lagi temen-temen dayat udah nyampe” Bibi “tapikan hujan yat” biar Bi tanggung basah, yaudah Bi dayat langsung berangkat lagi ajja” Bibi “yaudah yat hati-hati”. Karena tidak mendapatkan jas hujan akupun kami melanjutkan perjalanan walau pun diguyr hujan hingga membasahi tubuh kami. Karena padasaat di rangkas teman ku yang membawa motor setiaba digunung kencana kami gentian membawa motor. Perjalanan kami lanjutakan. Akau berpikir “klompoku sudah mendapatkan penginapan blum ya….” Tak lama kemudian Nurul teman kelompoku menlpon. “dayat ada dimana kita belum punya tempat tinggal nih”, aku “sekarang kamu ada dimana, hujan gak di sana”, Nurul “kita ada di warung, udahnyampeni. Yat kita mau istirahat cape, penginapan kita dimana”, aku “tunggu dulu di situ saya udah ada tempat buaat nginap dari temaen saya Dadand Ombak, tapi belum tau tempatnya”, Nurul “yaudah hati-hati yat”. Di kp.Kopo kami melihat ada tiga kontener yang membawa barang yang sangat berat munkin, kami juga tidak tau apa isi dari ketiga kontener tersebut. Setelah melewati tiga kontener kami di hadang oleh seokor ayam yang melintas dijalanan, karena takut terpeleset ketika mengerem akhirnya akupun menabrak se-ekor ayam, kami tidak tau kondisi ayam itu karena pada saat kita menengok kebelakang kondisi ayam itu sedang sakau atau sekarat, karena kita ketakutan di omelin oleh orang yang ada di situ kami pun kabur melanjutkan perjalanan. Di malingping tepatnya di kp.polotot hujan reda kami pun melewati rombongn dosen yang di dalam molbil tersebut ada teman kami yaitu Dadang Ombak dan Ena Mustari. Kami tiba di tempat pada pukul 14 lewat berapa menit kami juga kurang memperhatikan jam, kami langsung mencari tempat penginapan dan untung nya teman di klompokami mempunyai saudara dan rumah saudaranya kamijadikan tempat untuk menginap.
Setibanya di penginapan saya langsung mandi, dikarnakan kamar mandinya kurang kami menumpang mendi di rumah warga. Dan malamnya kami berkumpul dengan perwakilan klompok yang ada di Binuangeun di pandu oleh dosen KSB yaitu Pak Samsu Bahri “Ucu”. Kami briping mendiskusikan tentang bagai mana cara untuk memperoleh data yang telah ditugaskan dan sudah diberikan tema yaitu tentang tujuh unsure kebudayaan. Diakhir diskusi kami ada sedikit permasalahan tentang klompok 1. Sobang yang pinadah tanpah member tahu kepada ketua klompok dan kepada dosen, akhirnya pak Ucu menyaran kan kepada kita agar memberitahukan kepada angotanya “apa bila ada klompok 1 yang singah di klompok kalian suruh mereka menghadap saya”.
Hari kedua KSB pagi-pagi sekali aku dengan Hrto siswa SMK Setia Budhi disuguhkan denag kebiasaan masyarakat dalam mata pencahariannya, yaitu membuat Sorabi khas Binuangeun. Kamipun bertanya Tanya kepada ibu wati sebagai pembuat kue sorabi. Harto “bu ari keu eta soak di jual kamana bae” jawab ibu wati “saya biasa menjual keparda warga tapi kalau keliling biasanya di beli oleh pengunjung, buat oleh-oleh, adayang dari Cirebon, Jakarta ya pungunjug di luar kp.Binuangeun.” Harto “bu ari cara nyieun na kumaha” jawab Ibu Wati “ini adonan nya dari tepung beras dan dicampur dengan kelapa dan diberi gula untukl takaarannya secukpunya saja” Harto “bu biasana menag sabaraha penghasilan na” jawab “kadang seratus, kadang seratus lima puluh pokonamah berparyasi gak tenteu”.
Sesudahnya bertanya kepada seorang warga, karena pada saat ngobrol dengan seorang warga kondisi kami belum mandi. Setelah itu kami lekas mandi dan sarapan. Pada saat kami mau berangkat mencari data tibataiba hujaun turun dan pencarian data kami tunggu hingga hian reda. Setelah berapa lama kami turun kelapangan dan mencari data. Kami singgah di satu warung milik warga, kami ogobrol ngobrol tentang keadaan yang ada di Binuangeun, dari mata pencaharian, seni, budaya, teknologi dan lain sebagainya. Setaip pertanyaan aku lontarkan kepada si ibu warung dan si bapak, setiap pertanyaan yang saya lontarkan dengan Hrto mereka selalu menjawab dengan bahasa Indonesia. Setelah bertnya kepada se orang ibu warung yang ada di Binuangeun kami singah di tempat mengumpulnya pemuda-pemuda yang ada disana. Pemuda-pemuda disana ramah-ramah akan tetapi mereka harus di Tanya terlebih dahulu seperi saudara Begeng sebutan gaul untuk nama pemuda disana, “a punten ari kabiasaan orang Binuangeun selain nelayan biasana naun nya” jawaban begeng “ari warga ti dieumah saelain nelayan biasan dina mata pencaharian na, biasa berdagang, terus pemud-pemudana sok ngabersihkeun perahu nelayan biasana upahna hasil tina penadapatan nelayan” aku “maksudna kumaha tina panghasilan nelayan” begeng jadi laun nelayan menag banyak ya upah k kamina gedi tapi lamun ker te menang ngabersiken seiklas na tanpa di bayar”.
Selain bertanya kepada pemuda dan warga kami pun bertanya kepada pak Cakraman seorang kokolot di Binuangeun, dalam acara ruatan laut biasanya dia juga sebagai pemimpin dalam berdoa. Beberapa pertanyaan juga kami lontarkan kepada pak Cakraman tentang 7 unsur kebudayaan , tetapi dalam menjawabnya packraman selalu mengunakan bahsa Indonesia. Kami pun menanya kan tentang bahsa yang di gunakan dalam berkomunikasi dengan orang lain atau pengunjung biasanya masyarakat binuangeun menggunakan bahsa apa, pak Cakraman pun menjawab “biasanya kalu ada pengunjung kita warga Binuangeu biasa menggunakan bahas  Indonesia” alasanya kenapa pak “untuk mempermudah dalam memahami dalam berbicara denagn pengunjung”.
Malam terakhir di Binuangeun semua klompok yang ada di Binuangeun mempersentasikan hasil observasi mereka dilapangan. Dan pada saat melakukan persentasi ada beberapa masalah seperti sond yang di bawa oleh lembaga tidak hidup karena batare mckropon yang habis dan mickroponnya salah bawa yang dibawa mickropon yang rusak. Dan juga ada selisih paham yang yang harus dikalripikasi oleh soudara palu alias Qijul alias Rijal Nur al-ghaibi. Tetapi suasana diskusi di binuangeun hidup tidak seperti yang ada di Sobang ketika saya menanyakan teman saying yang berada di Sobang yanitu DC.Aryadi utusan dari lembaga yang membimbing mahasiswa disana. Dc. “uhhhh yat didieumah klompok hiji pada karabur ngan nyesa hiji atuh ngamuk eta nu tinggal hiji terus persentasina arareweh yat bingung sayamah”. Akau “sabar bae’nya bang pertahan kan naba baik mu”. 

Kesimpualn

Dari beberapa warga yang kami tanya dan di ajak mengobrol bahwa kesimpulanya adalah, karena masyarakat Binuangun mayoritas pendatang dari berbagai daerah dan suku seperti Batak, Jawa, Sunda, Bugis, Madura, Betawi dan lain sebagainya. Meneurut penjelasan dari temaen saya Dadang Ombak bahwa ada juga nelayan yangdatang dari benua sebarang yaitu Australia dari suku Armenia. Tapi seiring dengan kedatangan mereka, masyarakat wanasalam tidak melupakan budaya yang di tinggalkan oleh leluhurnya pada jaman dulu menurut Cakraman warga Binuangeun.

Mahasiswa STKIP Setia Budhi Rangkasbitung Jurusan Pendidikan sejarah

43223100300014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar