EKSISTENSI BAHASA DAERAH YANG ADA DI BINUANGEUN KECAMATAN
SOBANG TERHADAPA BAHASA INDINESIA DAN BAHASA LUAR LAINYA.
Oleh : Hidayatullah
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri”. Bahasa merupakan cirri khas dari
suatu Negara, bahasa juga merupakan alat komunikasi dalam lingkungan keluarga
maupun lingkungan sosial. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan seseorang bisa
mencerminkan kepribadian orang tersebut, yang dapat dilihat dari gaya dan
tuturan berbahasanya, itulah mengapa bahasa merupakan simbol penting dari suatu
negara.
Diawali
terbitanya pajar aku bangun dan lekas mandi untuk mempersiapakan perlengkapan
ku untuk pergi ke lebak selatan dengan tujuan menjalankan teugas mata kauliah
yang di berikan oleh dosen. Sebelum berangkat aku mengantar orang tua ku
terlebih dahulu pergi berobat. Selesi mengantar orang tua pergi beraobat aku
pergi ke kampus untuk berkumpul dengan teman-teman di saung Gajebo untuk
mempersiapkan pemberangkatan menuju lebak selatan “Binuanguen”. Setelah
persiapan pemberangkatan klompok ku yang terdiri dari 25 orang siap untuk
berangkat tetapi, aku dalam pemberangkatan tidak bersama klompoku melainka
bersama siswa SMK Setia Budhi “Harto Wijaya” yang di ajak oleh ku untuk menulis
tentang keadaan masyarakat Binuangeun. Akau berangkat pukul 13.30 karena
menunggu siswa SMK yang sedang menjalankan kelas menulis di TBM Kedai proses.
Setelah selesai kelas menulis aku dan teman ku berangkat. Tibanya di kecamatan
cikulur kampung garura ban motor ku bocor ditambah hujan deras skhirnya kau
menenduh di bengkel sambil menambal ban motorku yang bocor. 15 kemudian hujan
reda dan akupun melanjutkan kembali perjalan ku, sial di pertenghanjalan aku
dan temanku kembali diguyur hujan deras mau tidak mau aku dan teman ku meneduh
di warung kopi dan disitu ada pemuda dengan teman-temannya yang sedang meneduh.
Mereka adalah pemuda setempat yang sedang mengatur kendaraan yang melintas
karena sedang ada perbaikan jalan. Tanpa akau sadari pemuda itu mengajaku
curhat karena kodisi jalan yang tidak pernah selesai dalam pembangunan, mereka
kecewa dengan pemerintah yang tidak memperdulikan rakyat sehinga kondisi jalan
dalam pembangunan nya masih belum selesai bahkan mungkin tidak
selesai-selessai. “jalan dari rangkasbitung menuju lebak selatan adalah jalur
wisata yangsering di kunjungi oleh masyarakat luar daerah tapi kenapa jalan
lintas dari rangkasbitung menujulebak selatan masih banyak jalan yang berlubang
sehingga sering terjadi kecelakaan” ujur kata robi pemuda setempat yang sedang
mengatur jalan. ‘kemarin juga saya saat pergi tahun baruan ke tempat wisata di
sawarna, itu di daerah malingpiang di kp. Kandang sapi jalan masih banyak
berlubang” ujur kata teman robi (Iman). Aku pun menjawab denagn tak sengaja
“inilah pemerintah yang kurang peduli terhadap kondisi keadaan mayarakat,
karena lebak selatan merupakan daerah wisata yang sangat indah pengunjungnya
juga bukan hanya dating dari luar daerah akan tetapi dari manca Negara juga ada
dan melihat kondisi keadaan ini sangat memprihatin kan padahal di lebak selatan
selaindaerah wisata juga daerah penghasil batu bara, apalagi sekarang suadah
berdiri perusahaan perusahan besar seharusnya kondisi jalan yang seperti ini
“rusak” itu ada perhatianya dari pemerintah dan perusahaan perusahaan yang
berada di lebak selatan”. Setelah ngobrol dan curahat panjang tentang kondisi
keadaan jalan lebak hujan pun belum reda dari yang kami inginkan akhirna kami
memaksakan melanjutkan perajalanan walupun hujan belum reda. Di cileles kami
diguyur hujan kembali karena waktu yang sudah terlambat mungkkin kalau kami
berhnti dan meneduh kembali kedatangan kita ke Binuangeun akan terlamabt karena
aku diberi tanggung jawab oleh teman klompo ku harus mengkondisikan tempat
menginap untuk akau dan klompok ku. Akhirnya aku meneruskan perjalanan kusambil
hujan-hujanan.
Setiaba
di Kecamatan Gunungkencana akau singgah di tempat sodaraku untuk meminjam
jashujan karena hujan tak henti-hentinya menguyur badan ku dan juga temanku.
Sesampainya di rumah saudaraku Kami singgah sebentar untuk miminjam jas hujan
dan…..”the ada jas hujan” dan bibiku menjawab “gak ada yat bibi gak punya jas
hujan, meneduh dulu sebentar” ujar kata bbibiku, aku “adu teh udah sore terus
udah terlambat lagi temen-temen dayat udah nyampe” Bibi “tapikan hujan yat”
biar Bi tanggung basah, yaudah Bi dayat langsung berangkat lagi ajja” Bibi
“yaudah yat hati-hati”. Karena tidak mendapatkan jas hujan akupun kami
melanjutkan perjalanan walau pun diguyr hujan hingga membasahi tubuh kami.
Karena padasaat di rangkas teman ku yang membawa motor setiaba digunung kencana
kami gentian membawa motor. Perjalanan kami lanjutakan. Akau berpikir “klompoku
sudah mendapatkan penginapan blum ya….” Tak lama kemudian Nurul teman kelompoku
menlpon. “dayat ada dimana kita belum punya tempat tinggal nih”, aku “sekarang
kamu ada dimana, hujan gak di sana”, Nurul “kita ada di warung, udahnyampeni.
Yat kita mau istirahat cape, penginapan kita dimana”, aku “tunggu dulu di situ
saya udah ada tempat buaat nginap dari temaen saya Dadand Ombak, tapi belum tau
tempatnya”, Nurul “yaudah hati-hati yat”. Di kp.Kopo kami melihat ada tiga
kontener yang membawa barang yang sangat berat munkin, kami juga tidak tau apa
isi dari ketiga kontener tersebut. Setelah melewati tiga kontener kami di
hadang oleh seokor ayam yang melintas dijalanan, karena takut terpeleset ketika
mengerem akhirnya akupun menabrak se-ekor ayam, kami tidak tau kondisi ayam itu
karena pada saat kita menengok kebelakang kondisi ayam itu sedang sakau atau
sekarat, karena kita ketakutan di omelin oleh orang yang ada di situ kami pun
kabur melanjutkan perjalanan. Di malingping tepatnya di kp.polotot hujan reda
kami pun melewati rombongn dosen yang di dalam molbil tersebut ada teman kami
yaitu Dadang Ombak dan Ena Mustari. Kami tiba di tempat pada pukul 14 lewat
berapa menit kami juga kurang memperhatikan jam, kami langsung mencari tempat
penginapan dan untung nya teman di klompokami mempunyai saudara dan rumah
saudaranya kamijadikan tempat untuk menginap.
Setibanya
di penginapan saya langsung mandi, dikarnakan kamar mandinya kurang kami
menumpang mendi di rumah warga. Dan malamnya kami berkumpul dengan perwakilan
klompok yang ada di Binuangeun di pandu oleh dosen KSB yaitu Pak Samsu Bahri
“Ucu”. Kami briping mendiskusikan tentang bagai mana cara untuk memperoleh data
yang telah ditugaskan dan sudah diberikan tema yaitu tentang tujuh unsure
kebudayaan. Diakhir diskusi kami ada sedikit permasalahan tentang klompok 1.
Sobang yang pinadah tanpah member tahu kepada ketua klompok dan kepada dosen,
akhirnya pak Ucu menyaran kan kepada kita agar memberitahukan kepada angotanya
“apa bila ada klompok 1 yang singah di klompok kalian suruh mereka menghadap
saya”.
Hari
kedua KSB pagi-pagi sekali aku dengan Hrto siswa SMK Setia Budhi disuguhkan denag
kebiasaan masyarakat dalam mata pencahariannya, yaitu membuat Sorabi khas
Binuangeun. Kamipun bertanya Tanya kepada ibu wati sebagai pembuat kue sorabi.
Harto “bu ari keu eta soak di jual kamana bae” jawab ibu wati “saya biasa
menjual keparda warga tapi kalau keliling biasanya di beli oleh pengunjung,
buat oleh-oleh, adayang dari Cirebon, Jakarta ya pungunjug di luar
kp.Binuangeun.” Harto “bu ari cara nyieun na kumaha” jawab Ibu Wati “ini adonan
nya dari tepung beras dan dicampur dengan kelapa dan diberi gula untukl
takaarannya secukpunya saja” Harto “bu biasana menag sabaraha penghasilan na”
jawab “kadang seratus, kadang seratus lima puluh pokonamah berparyasi gak
tenteu”.
Sesudahnya
bertanya kepada seorang warga, karena pada saat ngobrol dengan seorang warga
kondisi kami belum mandi. Setelah itu kami lekas mandi dan sarapan. Pada saat
kami mau berangkat mencari data tibataiba hujaun turun dan pencarian data kami
tunggu hingga hian reda. Setelah berapa lama kami turun kelapangan dan mencari
data. Kami singgah di satu warung milik warga, kami ogobrol ngobrol tentang
keadaan yang ada di Binuangeun, dari mata pencaharian, seni, budaya, teknologi
dan lain sebagainya. Setaip pertanyaan aku lontarkan kepada si ibu warung dan
si bapak, setiap pertanyaan yang saya lontarkan dengan Hrto mereka selalu
menjawab dengan bahasa Indonesia. Setelah bertnya kepada se orang ibu warung
yang ada di Binuangeun kami singah di tempat mengumpulnya pemuda-pemuda yang
ada disana. Pemuda-pemuda disana ramah-ramah akan tetapi mereka harus di Tanya
terlebih dahulu seperi saudara Begeng sebutan gaul untuk nama pemuda disana, “a
punten ari kabiasaan orang Binuangeun selain nelayan biasana naun nya” jawaban
begeng “ari warga ti dieumah saelain nelayan biasan dina mata pencaharian na,
biasa berdagang, terus pemud-pemudana sok ngabersihkeun perahu nelayan biasana
upahna hasil tina penadapatan nelayan” aku “maksudna kumaha tina panghasilan
nelayan” begeng jadi laun nelayan menag banyak ya upah k kamina gedi tapi lamun
ker te menang ngabersiken seiklas na tanpa di bayar”.
Selain
bertanya kepada pemuda dan warga kami pun bertanya kepada pak Cakraman seorang
kokolot di Binuangeun, dalam acara ruatan laut biasanya dia juga sebagai
pemimpin dalam berdoa. Beberapa pertanyaan juga kami lontarkan kepada pak
Cakraman tentang 7 unsur kebudayaan , tetapi dalam menjawabnya packraman selalu
mengunakan bahsa Indonesia. Kami pun menanya kan tentang bahsa yang di gunakan
dalam berkomunikasi dengan orang lain atau pengunjung biasanya masyarakat
binuangeun menggunakan bahsa apa, pak Cakraman pun menjawab “biasanya kalu ada
pengunjung kita warga Binuangeu biasa menggunakan bahas Indonesia” alasanya kenapa pak “untuk
mempermudah dalam memahami dalam berbicara denagn pengunjung”.
Malam
terakhir di Binuangeun semua klompok yang ada di Binuangeun mempersentasikan
hasil observasi mereka dilapangan. Dan pada saat melakukan persentasi ada
beberapa masalah seperti sond yang di bawa oleh lembaga tidak hidup karena
batare mckropon yang habis dan mickroponnya salah bawa yang dibawa mickropon
yang rusak. Dan juga ada selisih paham yang yang harus dikalripikasi oleh soudara
palu alias Qijul alias Rijal Nur al-ghaibi. Tetapi suasana diskusi di
binuangeun hidup tidak seperti yang ada di Sobang ketika saya menanyakan teman
saying yang berada di Sobang yanitu DC.Aryadi utusan dari lembaga yang
membimbing mahasiswa disana. Dc. “uhhhh yat didieumah klompok hiji pada karabur
ngan nyesa hiji atuh ngamuk eta nu tinggal hiji terus persentasina arareweh yat
bingung sayamah”. Akau “sabar bae’nya bang pertahan kan naba baik mu”.
Kesimpualn
Dari
beberapa warga yang kami tanya dan di ajak mengobrol bahwa kesimpulanya adalah,
karena masyarakat Binuangun mayoritas pendatang dari berbagai daerah dan suku
seperti Batak, Jawa, Sunda, Bugis, Madura, Betawi dan lain sebagainya. Meneurut
penjelasan dari temaen saya Dadang Ombak bahwa ada juga nelayan yangdatang dari
benua sebarang yaitu Australia dari suku Armenia. Tapi seiring dengan
kedatangan mereka, masyarakat wanasalam tidak melupakan budaya yang di
tinggalkan oleh leluhurnya pada jaman dulu menurut Cakraman warga Binuangeun.
Mahasiswa STKIP Setia Budhi Rangkasbitung Jurusan Pendidikan sejarah
43223100300014